Senin, 27 Oktober 2008

Mari Definisikan Kembali Negara Ini

Sejak awal mula berdirinya Negara ini, founding fathers yang membidani lahirnya NKRI telah sepakat untuk membentuk negara sekuler (tidak berdasarkan suatu keyakinan tertentu) yang mengakomodasi kepentingan berbagai macam agama, ras, suku dan kebudayaan yang ada di Indonesia. Walaupun demikian, negara ini tetap berasaskan Ketuhanan Yang Maha Esa bukan? Namun akhir-akhir ini ada beberapa oknum anti pluralis yang memperjuangkan beberapa ideologi dan peraturan2 (termasuk uang lagi heboh RUU APP) yang berdasarkan sudut pandang satu keyakinan tertentu. Hal ini saya anggap tidak relevan dengan dengan semangat persatuan dan keanekaragaman (ingat jargon Orba “Bhineka Tunggal Ika, Berbeda-beda tapi Tetap Satu Jua”). Mereka mengatasnamakan mayoritas yang kemungkinan juga belum tentu setuju akan hal tersebut. Maka dari itu saya mempertanyakan, apakah oknum2 tersebut tahu sejarah bangsa ini?apakah mereka tau demografi bangsa ini yang heterogen?

Sebagian orang mungkin beranggapan bahwa negara telah terlalu banyak mencampuri ranah privat. Mungkin ada benarnya juga, karena negara seharusnya tidak mengatur akhlak dan moral maupun dosa seseorang. Selama dia tidak melanggar hukum, kenapa musti berpusing-pusing ria mengurusi itu (toh urusan yang notabene lebih besar urgensinya seperti korupsi pun tak juga becus diurusi aparat-aparat negara ini). Tidaklah benar memaksakan suatu pandangan dari sebuah adat/budaya maupun suatu kelompok agama tertentu ke dalam masyarakat kita yang majemuk. Dengan kata lain, Indonesia bukan hanya milik suatu kelompok ras ataupun agama tertentu saja. Kalau dilihat dari sejarah, para pendiri/pemrakarsa serta tokoh2 yang memperjuangkan negara ini bukanlah berasal dari ras atau agama tertentu saja. Jadi negara ini didirikan untuk sebuah masyarakat yang heterogen. Kesimpulannya, pemaksaan suatu ideologi agama ke dalam sistem pemerintahan maupun perundang-undangan di negara ini merupakan pengingkaran terhadap semangat awal terbentuknya negara ini. Mungkin sebagian orang telah sebegitu fanatiknya terhadap suatu agama (kalau boleh saya bilang fasis kanan) sehingga hasilnya mereka memiliki apa yang saya sebut sebagai ’blind faith”. Mungkin ada baiknya juga jika kita semua bisa duduk dalam satu meja dan mendefinisikan kembali negara ini tanpa mulut berbusa ataupun tangan mengepal.

Saya teringat akan sebuah syair dari Homicide (R.I.P) yang berbunyi ”...dengan atau tanpa label agama, fasis tetaplah fasis...”. Namun sayangnya para fasis kanan di negara ini tidak sadar bahwa mereka adalah sekelompok fasis.

Pengikut

Mengenai Saya

Foto saya
Seorang agent of chaos, straight edge, hardcore kid, dan conspiracy theory freak.